Serikat Pekerja Kampus Tuntut Perubahan Kebijakan Fundamental Demi Kesejahteraan Pekerja Kampus

Redaksi Suara Mahasiswa · 7 Mei 2024
3 menit

Menanggapi kondisi kesejahteraan pekerja kampus yang jauh dari kata ideal, Serikat Pekerja Kampus (SPK) mengadakan kegiatan diskusi dan pemaparan ringkasan kebijakan (policy brief) bertajuk “Gaji Minimum Beban Kerja Maksimum” pada Kamis (2/5) lalu. Kegiatan ini terselenggara secara hibrida (hybrid) di lantai 5 Gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia (PAUI) Salemba dengan dihadiri oleh dosen dan tenaga pendidik. Melalui kegiatan ini, SPK menyerukan perubahan kebijakan fundamental untuk meningkatkan kesejahteraan dosen dan pekerja kampus lainnya.

Fajri Siregar dari Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) SPK mengawali kegiatan dengan Pemaparan materi berjudul “Gaji Minimum Beban Kerja Maksimum: Perbaiki Kondisi Kesejahteraan Dosen dan Pekerja Kampus Demi Mimpi Indonesia Emas 2045”. Dalam pemaparan tersebut, SPK menjelaskan bahwa gaji bersih (take home pay/THP) dosen yang baru memulai karir tidak sepadan dengan beban kerja dan tanggung jawabnya. Berdasarkan temuan SPK, para dosen muda hanya menerima gaji bersih kurang dari Rp3 juta pada masa awal karirnya. Gaji tersebut jauh lebih rendah daripada para pekerja di kementerian atau direktorat pemerintahan dengan level kualifikasi yang sama. Parahnya lagi, dosen yang bekerja di bawah naungan yayasan atau perguruan tinggi swasta (PTS) cenderung memperoleh gaji yang lebih rendah dari rata-rata gaji dosen.

Permasalahan kompensasi yang tidak memadai itu tentu memengaruhi kesejahteraan para dosen. SPK mengungkapkan bahwa banyak dosen harus melakukan kerja sambilan yang gajinya lebih besar daripada gaji yang diterima dari pemerintah. Meskipun para dosen mungkin dapat terbantu dalam segi ekonomi, pekerjaan sambilan itu tentu dapat menghambat fokus pada tugas utama mereka sebagai dosen. Jika hal ini terus berlanjut, maka kualitas pendidikan di Indonesia berpotensi akan semakin menurun.

Setelah pemaparan selesai, kegiatan berlanjut ke sesi tanya jawab. Dalam sesi ini, salah seorang peserta mengapresiasi SPK atas terselenggaranya kegiatan tersebut.

“Negara harus punya perspektif untuk tenaga kerja. Apa yang dilakukan SPK ini, bisa jadi, membuka jalan kepada teman-teman publik menggugat negara untuk menuntut kesejahteraan hak teman-teman publik agar sama dengan sektor swasta,” tuturnya.

Usai sesi diskusi dan tanya jawab, Hariati Sinaga selaku Sekretaris SPK membacakan rilis pers yang berisikan seruan SPK terkait perubahan kebijakan fundamental untuk meningkatkan kesejahteraan dosen dan pekerja kampus sebagai berikut.

  1. Peningkatan Gaji Pokok: Gaji pokok dosen, terutama bagi mereka yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) harus dinaikkan agar setara dengan profesional lain dengan kualifikasi serupa.
  2. Formulasi Upah Berdasarkan Kelayakan per Wilayah: Upah harus ditentukan berdasarkan faktor regional dan institusional untuk memastikan keadilan.
  3. Re-evaluasi Beban Kerja: Metrik beban kerja yang ada, termasuk tridarma perguruan tinggi, perlu dievaluasi ulang untuk memastikan proporsionalitas dengan upah dan iuran yang dituntut.
  4. Perubahan Peraturan: UU dan regulasi pendidikan nasional harus direvisi untuk menyediakan kerangka kerja yang jelas terkait kompensasi dan kesejahteraan dosen.
  5. Pemberdayaan dan Transparansi di Tingkat Institusi: Institusi pendidikan tinggi harus transparan dan akuntabel dalam pengelolaan sumber daya termasuk memberikan jaminan bagi dosen untuk mengorganisir dan menegosiasikan upah.

“Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, SPK berharap dapat mendorong terciptanya lingkungan kerja yang lebih adil dan kondusif, yang tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan dosen dan pekerja kampus, tetapi juga secara keseluruhan akan meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian di Indonesia,” tutur Hariati menutup pernyataan pers SPK.

Dalam sesi wawancara dengan Suara Mahasiswa (SUMA) UI, Dhia selaku Ketua SPK mengungkapkan bahwa diskusi dan pemaparan ringkasan kebijakan ini bukanlah satu-satunya upaya yang sudah dilakukan oleh SPK.

“Aksi May Day itu, kita gulirkan tentang bagaimana kita berserikat dan menolak larangan-larangan untuk berserikat di perguruan tinggi. Kami berusaha mengomunikasikan pihak-pihak yang ada di dalam kementrian untuk mendapatkan komunikasi langsung atau proses audiensi agar bisa menyampaikan aspirasi dari kawan-kawan pekerja kampus,” terang Dhia.

Lebih lanjut, Dhia menjelaskan bahwa SPK sudah memiliki rencana untuk terus-menerus melakukan pelatihan, advokasi, dan konsolidasi ke berbagai wilayah. Secara khusus, SPK akan mengadakan riset lanjutan untuk tenaga kependidikan selain dosen. Langkah ini menjadi penting karena kungkungan lingkungan kampus sering kali melarang dan menghambat para tenaga kependidikan untuk mengungkapkan aspirasinya.



Teks: Tri Handayani dan Aulia Arsa

Editor: Jesica Dominiq M.

Foto: Aulia Arsa


Pers Suara Mahasiswa UI 2024

Independen, Lugas, dan Berkualitas!